Bersabar dalam berbagai
situasi dan kondisi serta Memberdayakan potensi anggota masyarakat, dengan cara :
1.
Penanaman kepercayaan diri (caracter building )
Pada dasarnya manusia dilahirkan memiliki
karakter yang fitrah. Rasulallah Saw. bersabda, "Setiap bayi dilahirkan
di atas fitrah." (HR Bukhari Muslim).
Allah Swt. juga menegaskan bahwa setiap jiwa
manusia telah berjanji untuk beriman kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.
Firman Allah :
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): `Bukankah Aku ini Tuhanmu?'
Mereka menjawab: `Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi'." (QS al-A`raf : 172)
Namun, fitrah manusia tidak selamanya dapat
dijaga sehingga setiap Muslim dapat menjadi pribadi-pribadi yang bersih dan
jujur serta berakhlak karimah. Kemurnian fitrah manusia dapat dengan mudah
terkontaminasi oleh pendidikan yang diberikan orang tua, masyarakat sekitar,
dan bahkan sistem yang mendukung seseorang menjadi pribadi yang kehilangan
karakternya.
Pribadi-pribadi yang kehilangan fitrahnya akan
membentuk komunitas yang tidak berkarakter; mereka akan menjadi masyarakat
jahiliyah dan cenderung plagiasi. Dalam konteks seperti itulah Allah Swt. mengutus
Nabi Muhammad Saw. kepada orang-orang jahiliyah yang hidupnya hanya mengikuti
nenek moyang mereka yang tersesat dan menyembah berhala.
Rasulullah Saw. mulai mendidik karakter
jahiliyah masyarakat Arab waktu itu dengan meluruskan ideologi atau
keyakinannya. Beliau meluruskan kemusyrikan mereka dengan paradigma tauhid,
yaitu meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah dan menjadi
tujuan hidup seluruh manusia di muka bumi.
Karakter tauhid inilah yang menjadi landasan
pendidikan karakter yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. dalam seluruh
ajaran-ajarannya. Syariat atau aturan serta undang-undang tidak serta-merta
diterapkan oleh Rasululloh Saw. Undang-undang atau sistem yang tidak dilandasi
oleh ideologi atau paradigma yang lurus pasti tidak efektif.
Oleh sebab itu, Rasulallah Saw. baru
mendirikan suatu komunitas setelah beliau mampu mendidik generasi Muhajirin dan
Anshar yang berkarakter di Madinah.
Pendidikan karakter yang terpenting adalah
pendidikan moral dan etika. Rasululloh Saw. sendiri pun menegaskan hal itu
dalam sabdanya,
"Aku hanya diutus untuk menyempurnakan
akhlak karimah." (HR
Ahmad).
Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah
menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap anggota masyarakat.
Strategi Rasulullah Saw. tersebut patut dijadikan teladan oleh bangsa
kita. Tanpa paradigma yang tepat tentang hidup dan tujuannya, undang-undang dan
sistem apa pun yang dibuat menjadi sia-sia belaka. Kita semestinya mampu
menjaga kemurnian karakter, meluruskannya jika salah, membentuk sistem yang
tidak merusaknya, serta mengawasinya dengan sebaik-baiknya.
2. Memotivasi
untuk bangun dari keterpurukan dan ujian
Menurut Dr. Yusuf Qardhawy dalam
bukunya as-Shabru fil Qur'an[1] sabar di bagi
menjadi enam:
1.
Sabar
ketika menerima cobaan hidup, baik cobaan fisik ataupun non fisik seperti:
lapar, haus, sakit, kehilangan orang yang dicinntai, dan lain sebagainya.
2.
Sabar
dari keinginan hawa nafsu, yakni kesabaran untuk menginginkan memilik segala
kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia.
3.
Sabar
dalam ta'at kepada Allah, yakni dalam melaksanakan ibadah, karna dalam
beribadah pasti banyak rintangan dari dalam maupun luar diri.
4.
Sabar
dalam berdakwah, karna jalan dakwah merupakan jalan panjang penuh dengan
liku-liku disertai onak duri.
5.
Sabar
dalam perang, terutama ketika jumlah musuh lebih banyak dan kuat.
6.
Sabar
dalam pergaulan, baik antar individu, keluarga, maupun masyarakat.
Ketidaksabaran dengan segala bentuknya adalah
sifat tercela. Orang
dihinggapi sifat ini, bila menghadapi hambatan dan mengalami kegagalan akan
mudah goyah, berputus asa dan mundur dari medan perjuangan.