23.2.14

Etika dalam perbedaan


الاِخْتِلاَفُ وَآدَابُهُ
Perbedaan dan Etikanya
Makna Ikhtilaf
*      Secara etimologis, ikhtilaf berarti: tidak sama, tidak sepakat (Al-Mu’jam Al-Wasith: 1/251).
*      Dalam istilah ulama, ikhtilaf atau khilaf memiliki dua arti:
  Perlawanan, perpecahan, perdebatan dan benturan yang menimbulkan permusuhan dan kebencian. Ibnu Mas’ud ra berkata: “Khilaf itu buruk.”
  Perbedaan pendapat dan sudut pandang yang disebabkan oleh perbedaan tingkat kecerdasan dan informasi. (Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah: 102).

Boleh tidaknya Ikhtilaf
*      Ikhtilaf dalam Masalah Ushul: Tidak Boleh.
         Yang dimaksud masalah Ushul adalah hal-hal yang qath’i, jelas, dan disepakati oleh para ulama.
*      Ikhtilaf dalam Masalah Furu’ : Boleh.
         Masalah Furu’ adalah hal-hal yang zhanni (mengandung dugaan, multi interpretatif), tersembunyi, dan diperselisihkan oleh para ulama. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah: 6:57).
*      Yang menjadi acuan penentu ushul dan furu’ adalah Ilmu Ushul Fiqih.

Faktor Penyebab Ikhtilaf
*      Perbedaan kemampuan akal para ulama dalam menyimpulkan ayat atau hadits yang multi interpretatif
*      Perbedaan informasi dan ilmu yang dimiliki para ulama
*      Perbedaan lingkungan, situasi dan kondisi
*      Perbedaan ketentraman hati dalam menilai suatu riwayat hadits.
*      Perbedaan dalam menempatkan dalil yang harus didahulukan dari yang lain. (Risalah Da’watuna – Majmu’ah Rasail Al-Banna)

Beberapa Prinsip Ikhtilaf
*      Ikhtilaf dalam masalah furu’ pasti terjadi
*      Ikhtilaf dalam masalah furu’ tidak memecah belah
*      Aib itu pada ta’ashub bukan ikhtilaf
*      Tidak ada paksaan dalam masalah ijtihad
*      Ikhtilaf itu rahmat atau keluasan bagi mukallaf
*      Yang menjadi patokan adalah esensi bukan istilah atau nama.
*      Ikhlas dalam mencapai dan mencari kebenaran
*      Keinginan kuat untuk bersatu, berukhuwwah dan berjama’ah
*      Bersikap objektif & adil terhadap pihak yang berbeda
*      Berdiskusi di bawah naungan ukhuwwah
*      Menjauhi ta’ashub
*      Tidak mengingkari ikhtilaf yang mu’tabar dan diperbolehkan
*      Meninggalkan yang mustahab demi menyatukan hati
*      Meninggalkan perkara yang tidak membuahkan amal.
 Sumber: Ma’an ‘ala Thariq ad-Da’wah, Fiqhul I’tilaf.  Semoga Bermanfaat. Jazakumullahu Khoiran Jaza’