Pemerataan akan akses dan layanan pendidikan
merupakan hak setiap warga negara karena setiap warga negara memiliki hak untuk
mendapatkannya. Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga negara (citizen’s
right) sebagaimana
tertuang pada BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dalam UUD 1945
setelah amandemen ; Pasal 28C
ayat (1) menyatakan :
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.”
Pasal 31 ayat
(1) menyatakan :
“Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.”
Selanjutnya Pasal 31 ayat (3) menyatakan :
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistim pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.”
Oleh
karena itu, sekarang pemerintah
tengah giat-giatnya melaksanakan program wajib belajar, dengan harapan
secara kuantitatif rata-rata pendidikan masyarakat meningkat,
salah satu upaya
meningkatkan partisipasi pendidikan di seluruh daerah dilaksanakan kebijakan
otonomi daerah.
Pemerintah
daerah mempunyai kewajiban meningkatkan pelayanan akses pendidikan kepada
seluruh masyarakat. khususnya, usia sekolah pendidikan dasar. Dan upaya ini
membuahkan hasil dengan meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS, lihat : http://www.bps.go.id) sebagai hasil upaya pemerintah dalam pemerataan
pendidikan.
Namun,
di sisi lain upaya pemerataan akses pendidikan menyisakan masalah tersendiri
dalam upaya penjaminan mutu (quality) maupun peningkatannya. Menurut
para praktisi pendidikan maupun pemrehati pendidikan menyimpulkan adanya
ketidakseimbangan antara pemerataan akses pendidikan dengan kualitas mutu
pendidikan itu tersendiri. Hal itu, tak jarang bersifat paradoksal.
Pendidikan yang hanya berjalan apa adanya tanpa
disertai komitmen terhadap mutu dan keunggulan (excellence), setahap
demi setahap akan mulai ditinggalkan, Penjaminan dan peningkatan
mutu pendidikan merupakan suatu
keniscayaan, kebutuhan yang tidak mungkin
dihindarkan bagaimanapun mutu dikonseptualisasikan. Dengan tujuan, agar memberikan pengaruh yang signifikan bagi kemajuan pembangunan
bangsa.
Sebagian
pemangku pendidikan beranggapan, ketika lembaga pendidikan berkonsentrasi kepada pemerataan, maka mau tidak mau
kualitas harus dikorbankan. Begitu
juga, kalau kita memusatkan perhatian pada kualitas, maka pemerataan akan dan
harus dikorbankan (Rohmat Mulyana : 2012). Dilema itu digambarkan ; “In a situation of limited re-sources, doing
more of thing implies doing less of something else”.
Melakukan keduanya sekaligus bahkan tidak akan mencapai apa-apa (Asian Development Bank.1994a. Se-condary
in the Asia-Pasific Region, 1960-1990. Manila: ADB).
Hemat
penulis, ketika secara kuantitatif pemerataan akses pendidikan meningkat yang
signifikan, secara kualititatif haruslah diikuti peningkatan serta penjaminan
mutu yang berkualitas pula. Tuntutan mutu (quality) ini haruslah
menjadikan perhatian utama. Baik mutu sarana dan prasarana, mutu pendidikan
(mempertimbangkan input-process-output dan outcme) maupun mutu
sumberdaya manusianya yang meliputi pengelola lembaga pendidikan / sekolah
serta peserta didik itu sendiri.
Kualitas
dan kuantitas dapat dilakukan sekaligus. mutu dan pemerataan adalah dua hal
yang bergandengan, karena kalau kita hanya mengejar pemerataan dengan
mengabaikan mutu, hasilnya adalah pendidikan yang tidak bermutu. Mengacu
kepada sasaran UNESCO untuk mencapai pendidikan untuk semua (education for all), dunia pendidikan
bukan lagi semata-mata berada pada tataran “educational
access for all”, melainkan sekaligus bergerak menuju “quality of education for all” Hemat penulis, alasan utama mengapa keduanya harus bergandengan adalah
sebagai berikut :
Alasan pertama, realitas
kebutuhan
pendidikan meliputi keduannya sekaligus, sebagaimana
tertuang dalam pasal 28 dan 31 sebagaimana tersebut diatas. Dimana pemerintah
berkewajiban memenuhi hak warga negara akan pemerataan akses pendidikan. Akses
peningkatan pendidikan itu haruslah dibarengi dengan peningkatan dan penjaminan
mutu untuk mencapai tujuan pendidikan itu tersendiri (UUD 45 pasal 28 dan 31
ayat 3).
Alasan kedua, pemerataan dengan mengabaikan mutu berakibat
sulitnya menciptakan komitmen baru terhadap mutu dikemudian hari, bahkan bisa
lebih sulit dan lebih mahal, karena insan pendidikan merasa sudah terbiasa
dengan kondisi mutu sekolah yang biasa-biasa saja atau tidak bermutu. Karenanya,
perhatian dan komitmen terhadap mutu semestinya dimulai sejak awal.
Alasan ketiga, lembaga pendidikan yang tidak bermutu
(mengabaikan mutu) lambat laun akan ditinggalkan oleh masyarakat dan orangtua. Masyarakat
mulai pilih-pilih sekolah ketika menyekolahkan anaknya.
Mereka pun mulai berani mengeluarkan dana yang lebih besar (investasi)
asalkan sekolah yang dipilihnya memang memberikan jaminan mutu (quality
assurance).