22.2.14

Isu dalam pendidikan ; equality, quality, parennial & recurrent


Pemerataan akan akses dan layanan pendidikan merupakan hak setiap warga negara karena setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkannya. Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga negara (citizen’s right)  sebagaimana tertuang pada BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dalam UUD 1945 setelah amandemen ; Pasal 28C ayat (1) menyatakan :
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Pasal 31 ayat (1) menyatakan :
“Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.”
Selanjutnya Pasal 31 ayat (3) menyatakan :

“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Oleh karena itu, sekarang pemerintah tengah giat-giatnya melaksanakan program wajib belajar, dengan harapan secara kuantitatif rata-rata pendidikan masyarakat meningkat, salah satu upaya meningkatkan partisipasi pendidikan di seluruh daerah dilaksanakan kebijakan otonomi daerah.
Pemerintah daerah mempunyai kewajiban meningkatkan pelayanan akses pendidikan kepada seluruh masyarakat. khususnya, usia sekolah pendidikan dasar. Dan upaya ini membuahkan hasil dengan meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS, lihat : http://www.bps.go.id) sebagai hasil upaya pemerintah dalam pemerataan pendidikan.
Namun, di sisi lain upaya pemerataan akses pendidikan menyisakan masalah tersendiri dalam upaya penjaminan mutu (quality) maupun peningkatannya. Menurut para praktisi pendidikan maupun pemrehati pendidikan menyimpulkan adanya ketidakseimbangan antara pemerataan akses pendidikan dengan kualitas mutu pendidikan itu tersendiri. Hal itu, tak jarang bersifat paradoksal.
Pendidikan yang hanya berjalan apa adanya tanpa disertai komitmen terhadap mutu dan keunggulan (excellence), setahap demi setahap akan mulai ditinggalkan, Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu keniscayaan, kebutuhan yang tidak mungkin dihindarkan bagaimanapun mutu dikonseptualisasikan. Dengan tujuan, agar memberikan pengaruh yang signifikan bagi kemajuan pembangunan bangsa.
Sebagian pemangku pendidikan beranggapan, ketika lembaga pendidikan berkonsentrasi kepada pemerataan, maka mau tidak mau kualitas harus dikorbankan. Begitu juga, kalau kita memusatkan perhatian pada kualitas, maka pemerataan akan dan harus dikorbankan (Rohmat Mulyana : 2012). Dilema itu digambarkan ; “In a situation of limited re-sources, doing more of thing implies doing less of something else”. Melakukan keduanya sekaligus bahkan tidak akan mencapai apa-apa (Asian Development Bank.1994a. Se-condary in the Asia-Pasific Region, 1960-1990. Manila: ADB).
Hemat penulis, ketika secara kuantitatif pemerataan akses pendidikan meningkat yang signifikan, secara kualititatif haruslah diikuti peningkatan serta penjaminan mutu yang berkualitas pula. Tuntutan mutu (quality) ini haruslah menjadikan perhatian utama. Baik mutu sarana dan prasarana, mutu pendidikan (mempertimbangkan input-process-output dan outcme) maupun mutu sumberdaya manusianya yang meliputi pengelola lembaga pendidikan / sekolah serta peserta didik itu sendiri.
Kualitas dan kuantitas dapat dilakukan sekaligus. mutu dan pemerataan adalah dua hal yang bergandengan, karena kalau kita hanya mengejar pemerataan dengan mengabaikan mutu, hasilnya adalah pendidikan yang tidak bermutu. Mengacu kepada sasaran UNESCO untuk mencapai pendidikan untuk semua (education for all), dunia pendidikan bukan lagi semata-mata berada pada tataran “educational access for all”, melainkan sekaligus bergerak menuju “quality of education for all Hemat penulis, alasan utama mengapa keduanya harus bergandengan adalah sebagai berikut :
Alasan pertama, realitas kebutuhan pendidikan meliputi keduannya sekaligus, sebagaimana tertuang dalam pasal 28 dan 31 sebagaimana tersebut diatas. Dimana pemerintah berkewajiban memenuhi hak warga negara akan pemerataan akses pendidikan. Akses peningkatan pendidikan itu haruslah dibarengi dengan peningkatan dan penjaminan mutu untuk mencapai tujuan pendidikan itu tersendiri (UUD 45 pasal 28 dan 31 ayat 3).
Alasan kedua, pemerataan dengan mengabaikan mutu berakibat sulitnya menciptakan komitmen baru terhadap mutu dikemudian hari, bahkan bisa lebih sulit dan lebih mahal, karena insan pendidikan merasa sudah terbiasa dengan kondisi mutu sekolah yang biasa-biasa saja atau tidak bermutu. Karenanya, perhatian dan komitmen terhadap mutu semestinya dimulai sejak awal.
Alasan ketiga, lembaga pendidikan yang tidak bermutu (mengabaikan mutu) lambat laun akan ditinggalkan oleh masyarakat dan orangtua. Masyarakat mulai pilih-pilih sekolah ketika menyekolahkan anaknya. Mereka pun mulai berani mengeluarkan dana yang lebih besar (investasi) asalkan sekolah yang dipilihnya memang memberikan jaminan mutu (quality assurance).